Ketua
Badan Legislatif DPR (Ketua Baleg DPR) Ignatius Mulyono mengakui, pembahasan
revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) terbilang lama dan menjadi pro-kontra di publik. Menurutnya, lamanya
pembahasan karena Baleg menyadari adanya upaya melemahkan KPK melalui revisi UU
ini.[1]
Sejak awal Baleg DPR menilai
subtansinya perlu pendalaman, ini pelemahan KPK. Padahal justru sebaliknya KPK
harus dikuatkan, ironisnya masing-masing fraksi punya pemikiran. Baleg secara
tegas menolak substansi pelemahan KPK kata Ketua Baleg Ignatius Mulyono di
Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/10/2012).
Baleg
DPR baru akan memutuskan nasib revisi UU KPK pada hari Rabu 17 Oktober 2012.
Sedangkan hari ini (Selasa,15 Oktober 2012), terlebih dahulu dilakukan rapat
panitia kerja (panja) yang dipimpin oleh Dimyati Natakusumah, hasil rapat panja tersebut-lah yang akan
dibawa ke Baleg untuk diputuskan.
Kemudian ada pemikiran, pertama untuk
dihentikan tidak dilanjutkan pembahasannya atau dicabut dari Prolegnas atau
memberikan penguatan. Sementara itu, anggota Baleg dari
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Indra mengatakan “pimpinan KPK menganggap UU
KPK saat ini masih memadai, untuk itu tidak perlu ada revisi UU KPK dalam
prolegnas. Jika tetap ada di prolegnas bisa jadi bumerang. Akan ada pertanyaan
di publik mengapa ada dalam prolegnas, tapi tidak dilakukan revisi. Publik akan
curiga dan menilai DPR tidak tegas. Menolak revisi, tapi setengah hati.”[2]
Menurut Ignatius bisa saja
keputusannya tidak membahas revisi tersebut dan diendapkan. Bila diendapkan,
maka dimungkinkan suatu saat revisi itu dibahas kembali. Ignatius mencontohkan
dapat saja melakukan penambahan pasal dengan penguatan KPK seperti kewenangan
merekrut penyidik independen.
Namun, bila revisi UU KPK itu dicabut
dari Prolegnas, maka Baleg akan mengundang pihak pemerintah melalui Menkumham.
Kemudian bila terjadi persetujuan maka akan dibawa ke Paripurna untuk dicabut.
Semua
fraksi di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya sepakat untuk
menghentikan pembahasan rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebanyak
tujuh fraksi meminta revisi UU KPK itu dihentikan dan tidak dilanjutkan
pembahasannya. Ketua Baleg DPR Ignatius Mulyono, mengetok palu
untuk menghentikan pembahasan, setelah mendengarkan pandangan mini dari seluruh
fraksi.
Anggota
Baleg dari PAN Taslim Chaniago menyatakan, KPK perlu penguatan, serta diberi
kewenangan untuk merekrut penyidik independen.Ini akan mendorong penguatan
koordinasi dan supervisi, antara KPK dengan Kejagung dan Kepolisian. PAN juga
meminta revisi UU KPK dicabut dari Prolegnas. Kalau bisa diproses secepat
mungkin, karena dikhawatirkan akan muncul lagi, jika tidak dicabut dari
prolegnas.[3]
Kemudian
anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar, Taufik Hidayat mengatakan “ situasi
politik tidak memungkinkan melakukan revisi UU KPK, meskipun keinginannya
adalah untuk memperkuat KPK. Maka yang paling arif adalah Baleg menghentikan
pembahasan.[4]
Baleg juga memutuskan untuk mengundang
Kemenkumham sebagai perwakilan pemerintah, untuk pembahasan pencabutan revisi
UU KPK dari Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Fraksi-Fraksi yang meminta
draf tersebut dicabut dari prolegnas antara lain; Fraksi PDI Perjuangan, PKS,
PAN, Hanura, Gerindra dan PKB. Secepatnya Baleg akan mengundang Menkumham untuk
mencabut daftar UU KPK di Prolegnas, berdasarkan usulan fraksi.
Anggota
Baleg Hendrawan Supratikno dalam pandangan pribadinya, mengaku tidak sependapat
dengan penghentian pembahasan revisi UU KPK. Menurutnya, momentum saat ini
dapat digunakan DPR untuk memperkuat proses penegakan hukum. Kalau dihentikan,
maka ada niatan konspirasi untuk pelemahan KPK.
Sementara
itu, perwakilan PDI Perjuangan Honing Sani mengungkapkan, partainya tidak ikut
bertanggung jawab atas revisi UU tersebut.
Saat
di Komisi III, PDIP tidak ikut membahas, dan menyetujui penghentian pembahasan
dan mencabut dalam Prolegnas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar