Selasa, 09 Juli 2013

Asas, Tugas dan Wewenang KPK


Bicara korupsi di negeri ini memang tidak ada habisnya. Upaya pencegahan, penindakan, sampai penumpasan korupsi selalu mewarnai media massa. Hari-hari publik mengonsumsi sekenyang-kenyangnya berita korupsi dari surat kabar. Ada pengamat sosial yang bertanya, “haruskah berita korupsi menjadi makanan sehari-hari pelanggan media massa di negeri ini?
              Jawabannya tentu tidak. Sebab, seperti dikatakan para pejuang reformasi bahwa sesungguhnya tujuan suci reformasi adalah memerangi korupsi. Para penyelenggara negeri ini rajin mencitrakan langkah dan sikap tegas melawan korupsi. Berkomitmen untuk membenci penyelenggaraan yang melandaskan pada tindak pidana korupsi.
              Bangsa Indonesia telah menobatkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Karena itu, adalah logis kalau korupsi harus dihadapi dengan cara-cara luar biasa pula. Sayangnya, secara filosofis penerapan hukum di Indonesia masih sebatas pada keadilan di permukaan dan lebih bersifat formalitas
              Dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, penyelenggara negara tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga penyelenggaraan negara tidak berjalan sebagaimana semestinya. Hal ini terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggungjawab kepada presiden sebagai mandataris Majelis Permusyawaran Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI). Disamping itu, masyarakat pun belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang efektif terhadap penyelenggaraan negara.
Pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggungjawab tersebut tidak hanya berdampak negatif di bidang politik, namun juga dibidang ekonomi dan moneter, antara lain terjadinya praktek penyelenggaraan negara yang lebih menguntungkan kelompok tertentu dan memberi peluang terhadap tumbuhnya korupsi. Praktek korupsi tidak hanya dilakukan antar-Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara.
Pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekrang ini belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif dan berkesinambungna karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional. Sementara itu, lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi, sehingga diperlukan suatu lembaga hukum yang independen untuk pencegahannya.
Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat dengan KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.[1]
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan tugas dan weweangnnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berasaskan pada:
a.       Kepastian hukum;
Asas Kepastian Hukum merupakan asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.
b.       Keterbukaan;
Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
c.       Akuntabilitas;
Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d.       Kepentingan umum;
Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara        yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
e.       proporsionalitas
Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.  
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) mempunyai tugas sebagai berikut:
a.       koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
b.       supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c.       melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d.       melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e.       melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam hal melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana yang dimaksud dalam tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka KPK berwenang :
a.       mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
b.       menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c.       meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
d.       melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
e.       meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Kemudian dalam hal melaksanakan tugas supervisi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang pula melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.
Masih berkaitan dengan pelaksanaan tugas supervisi, Komisi Pemberantasan Korupsi juga berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Apabila  Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penyerahan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan, sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan terhadap tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan sebagai berikut:
a.      laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
b.     proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
c.      penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
d.      penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
e.      hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f.        keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Jika ditemukan salah satu alasan sebagaimana yang dimaksud diatas, maka Komisi Pemberantasan Korupsi dapat memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :
a.       melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b.       mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c.       menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan  Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
a.       melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
b.       memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk
c.       melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
d.       meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
e.       memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait; memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
f.        meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
g.       menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
h.       meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
i.         meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.



[1] Pasal 3 Undang - Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

1 komentar:

maciejahnavi mengatakan...

Best online slots casinos for USA players 2021
How to find and 프라하 사이트 play all the best online slots 먹튀사이트 조회 games and op 사이트 bonuses 먹튀 검증 먹튀 랭크 for US players 2021. Play all the games and win big! 사설 토토 사이트 - Online Slots. 21+ Play For Free or