Jumat, 10 Januari 2014

“Bantuan Hukum Gratis bagi Orang Miskin Sepanjang Tahun 2013” Taufik Hidayat,SH. Direktur Eksekutif, YBBH-SK Indonesia


Mengawali Realease ini, saya ingin menyampaikan sekilas tentang YBBH-SK Indonesia. YBBH-SK Indonesia merupakan kepanjangan dari Yayasan Biro Bantuan Hukum Sentral Keadilan Indoensia, YBBH-SK Indonesia berdiri berdasarkan Akta Notaris No.63 tanggal 11 Juni 2013 jo. Akta Notaris No.01 tanggal 03 September 2013 yang telah mendapat pengesahan dari Kemenkumham RI No: AHU-8167.AH.01.04. Tahun 2013. Sebelum menjadi sebuah yayasan, YBBH-SK Indonesia sebelumnya merupakan sebuah lembaga yang bernama Biro Bantuan Hukum Sentral Keadilan (BBH-SK) Banda Aceh yang berdiri berdasarkan Akta Notaris No.01 tanggal 01 April 2008. Saat ini, YBBH-SK Indonesia merupakan salah satu dari 21 (dua puluh satu) Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang lulus Verifikasi dan Akreditasi sebagai OBH Penerima Dana Bantuan Hukum dari Kemenkumham RI berdasarkan Surat Pemberitahuan Kemenkumham RI No.PHN-UM.03.01.15 tanggal 03 Juli 2013 dengan kategori C berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Nomor: M.HH-02.HN.03.03 Tahun 2013 dan berdasarkan Sertifikat Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum tanggal 31 Mei 2013 yang ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI bapak Amir Syamsudin.
            Sepanjang tahun 2013 (Januari sampai dengan Desember), YBBH-SK Indonesia telah menerima permohonan bantuan hukum baik litigasi maupun non litigasi di Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Tenggara.
Sekedar untuk mengingatkan kita semua, yang dimaksud Litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya, sedangkan Non Litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan diluar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
Adapun permohonan bantuan hukum secara litigasi yang kami terima tahun 2013 yaitu sebanyak 18 (delapan belas) perkara pidana dan 3 (tiga) perkara perdata.
Dari 18 (delapan belas) perkara pidana tersebut, 6 (enam) perkara yang didampingi dan dibela sampai ke pengadilan hingga memperoleh kekuatan hukum tetap (yaitu 2 perkara penggelapan, 1 perkara penganiayaan, 1 perkara perbuatan tidak menyenangkan dan 2 perkara pencurian); 1 (satu) perkara trafficking masih dalam proses banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, selanjutnya 1 (satu) perkara pelecehan seksual anak dibawah umur sedang dalam proses persidangan  dan 1 (satu) perkara melarikan anak perempuan dibawah umur sedang dalam proses penyidikan di kepolisian pada awal tahun 2014 ini. Kemudian yang terakhir, 9 (sembilan) perkara pidana lainnya tidak didampingi dan dibela sampai ke proses persidangan disebabkan pemohon bantuan hukum tidak dapat memenuhi persyaratan sebagaimana yang diwajibkan undang-undang, dan berbagai alasan lainnya. Sedangkan, ke-3 (ketiga) permohonan bantuan hukum perkara perdata yang kami terima; diantaranya 2 (dua) perkara permohonan cerai talak dan 1 (satu) perkara Perselisihan Hubungan Industrial masih dalam proses persidangan pada awal tahun 2014 ini. Sehingga dapat disimpulkan, total perkara litigasi baik pidana maupun perdata yang kami tangani berjumlah 12 (dua belas) perkara. Sementara itu, permohonan bantuan hukum perkara non litigasi yang kami terima sepanjang tahun 2013 sebanyak 2 (dua) perkara yaitu konsultasi dan mediasi.
Keseluruhan perkara yang kami tangani sebagaimana yang tersebut diatas, seluruhnya merupakan perkara cuma-cuma atau gratis, dengan kata lain tanpa dipungut bayaran sepersen pun. Untuk dapat dilayani gratis pemohon bantuan hukum harus melengkapi persyaratan yaitu orang tidak mampu/orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri dengan dibuktikan Surat Keterangan Tidak Mampu/Miskin (SKTM) dari Lurah/Kepala Desa/Geuchik atau pejabat yang berwenang menerbitkan surat tersebut, melampirkan potocopy KTP, potocopy Kartu Keluarga, melampirkan potocopy Jamkesmas / kartu JKA / kartu Raskin atau kartu BLT, selanjutnya pemohon bantuan hukum juga harus menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara yang dihadapinya.
Oleh sebab itu, bagi masyarakat yang tidak mampu terlibat masalah hukum, tapi tidak punya biaya, jika perlu pengacara atau konsultasi hukum gratis atau perlu mediasi dan pendampingan korban gratis, manfaatkan bantuan hukum gratis dengan menghubungi Yayasan Biro Bantuan Hukum Sentral Keadilan (YBBH-SK) Indonesia, beralamat di Jalan Lamgapang No.8 Simpang 7 Ulee Kareng Banda Aceh, atau dapat menghubungi HP: 0812 6906 6679. Atau dapat menghubungi email dan facebook kami bbh.justice@gmail.com atau mengunjungi website : http://www.bbh-sk.org.
Bagi masyarakat yang berada di wilayah Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah dapat menghubungi YBBH-SK Indonesia Perwakilan Bener Meriah dan Takengon.
Jl.RejeUyem Lr.II No.2 Bale Atu Takengon. Indra Kurniawan,SH. (Advokat/Pengacara) HP.082272139466. atau Hendra Irawan,SH. (Paralegal) HP.085260931772.
Jadi, jangan ragu menghubungi kami ke alamat yang tersebut diatas, jika anda terlibat masalah hukum, tapi tidak punya biaya. Dapat kami pastikan, anda tidak akan dipungut biaya sepeser pun.

Senin, 09 Desember 2013

Legal Opini tentang Gugat Perceraian



Banda Aceh, 13 Juli 2013.
Perihal  : Legal Opini tentang Gugat Perceraian
              di Mahkamah Syar’iyah.
                                                                       Kepada Yth.
      Saudari Nurmiati
                                                        di-
                                                                         Tempat
Assalamu’alaikum wr...wb...           

Berdasarkan pertanyaan saudari langsung kepada saya di kantor BBH-SK Banda Aceh pada tanggal 08 Juli 2013, mengenai proses perceraian yang sedang saudari hadapi di Mahkamah Syar’iyah Jantho, maka bersama ini saya sampaikan penjelasan dan jawaban singkatnya:

Disposisi Kasus:

Bahwa pada hari Kamis tanggal 06 Januari 2011, telah dilangsungkan Perkawinan antara Nurmiati  dan Ilyas sebagaimana terdapat dalam Kutipan Akta Nikah No:02/04/III/2011 tertanggal 06 Januari 2011 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sekerat Kabupaten Aceh Tamiang. Setelah Perkawinan tersebut, Nurmiati dan Ilyas tinggal bersama orang tua Ilyas yang beralamat di Kampung Salam Kec. Sekerat Kabupaten Aceh Tamiang selama satu minggu, kemudian selanjutnya pindah ke kebun.
Pada awal perkawinan Nurmiati dan Ilyas hidup bahagia seperti layaknya pengantin baru lainnya. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, disebabkan ada pihak keluarga Ilyas yang tidak menginginkan kehadiran Nurmiati di tengah-tengah keluarga mereka. Lebih kurang 11 (sebelas) bulan setelah Perkawinan, Nurmiati hamil anak pertama. Bahwa selama hamil, setiap hari Nurmiati bekerja keras dikebun yang akhirnya berdampak buruk terhadap kehamilannya dan ketika kandungannya berusia 2 (dua) bulan, Nurmiati mengalami pendarahan. Selama, mengalami pendarahan tersebut, tidak ada seorang pun yang melihat dan membantu, kecuali adik Ilyas yang berusia sekitar 4 (empat) tahun yang tinggal di rumah untuk menemani Nurmiati ketika Ilyas pergi bekerja ke kota.
Sore hari ketika Nurmiati mengalami pendarahan, sekitar pukul 18.00 wib Ibu Mertuanya datang ke rumah untuk menemaninya, karena Ilyas sedang ada pekerjaan selama seminggu di kota. Melihat kondisi Penggugat seperti itu, ibu Mertuanya berinisiatif dan langsung menghubungi Ilyas supaya segera pulang. Malam itu juga Ilyas pulang ke rumah, tetapi Nurmiati tidak mendapatkan pertolongan apa-apa dan Ilyas membiarkan Nurmiati yang sedang kesakitan sampai pagi tiba. Besok harinya baru Nurmiati dibawa pulang ke rumah orang tua Ilyas dan dibawa ke Bidan Desa, di Bidan Desa Nurmiati hanya diperiksa dan diberi obat seadanya, kemudian langsung dibawa pulang ke rumah orang tua Ilyas, padahal kondisi Nurmiati pada saat itu masih dalam keadaan pendarahan.
Setelah semua peristiwa diatas dilalui, Ilyas mengusir Nurmiati dari tempat kediaman bersama. Sampai saat ini, pengusiran tersebut telah berlangsung 2 (dua) tahun lebih. Dan tidak ada kejelasan dari Ilyas apakah secara hukum Nurmiati sudah bercerai atau belum. Nurmiati juga pernah meminta kalau memang Nurmiati dicerai oleh Ilyas, maka berikan surat cerainya. Tetapi, Ilyas menolak karena tidak punya uang untuk mengajukan perceraian ke pengadilan.
Saat ini saya mengajukan cerai gugat ke Mahkamah Syar’iyah secara prodeo terhadap suami saya (Ilyas), sidang sudah 2 kali saya jalani, yaitu sidang pertama suami tidak datang, kemudian sidang ditunda. Sidang kedua, suami saya juga tidak datang, sidang ditunda lagi selama 2 minggu. Tanggal 22 juli 2013, sidang ketiga akan digelar kembali. 
Pertanyaan :
1.       Bagaimana selanjutnya dengan persidangan ini?
2.       Siapa dan bagaimana orang yang dapat dijadikan saksi-saksi dalam perkara ini?
Jawaban:

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan proses perceraian, tergantung apakah saudari diwakilkan oleh kuasa hukum/pengacara/advokat atau tidak.

Bila tidak didampingi advokat/pengacara:

ü  Mempersiapkan surat gugatan, (kalau saudari sudah mengajukan perkara ini ke Mahkamah Syar’iyah berarti surat gugatan sudah selesai dibuat tentunya saudari sudah meminta saran serta nasihata dari oknum Mahkamah Syar’iyah itu yang memahami soal perceraian), sehingga saya tidak perlu jelaskan lagi.
ü  Menyiapkan uang administrasi; (jika saudari beracara prodeo, maka saudari tidak perlu mengeluarkan biaya)
ü  Mempersiapkan apa yang akan diajukan pada pengadilan, tentang rencana perceraian tersebut.
ü  Mempersiapkan bukti-bukti (seperti buku nikah asli dan potocopy,Akte Kelahiran Anak jika ada, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga, dan surat-surat yang berhubungan dengan proses perceraian) dan saksi-saksi untuk diajukan dalam proses pembuktian dipersidangan.

Tahap-tahap persidangan:
1.       Sidang pertama;
Dalam sidang pertama yang telah ditetapkan, dan para pihak telah dipanggil untuk hadir dalam sidang tersebut, maka ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
Tergugat tidak hadir, apabila hal ini terjadi pada sidang pertama, maka hakim dapat menunda persidangan untuk memanggil tergugat sekali lagi. Kemudian, apabila Tergugat telah dipanggil lagi untuk kedua kalinya atau lebih, namun tetap tidak hadir, maka dapat dijatuhkan putusan verstek terhadapnya. (Putusan Verstek artinya putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya si Tergugat di persidangan meski telah dipanggil secara resmi layak dan patut). 
2.       Proses Perdamaian;
Proses perdamaian terjadi apabila Tergugat hadir dalam persidangan setelah dipanggil secara resmi. (Jika, hakim tidak dapat mendamaikan para pihak yang berselisih, maka tahap berikutnya adalah pembacaaan surat gugatan)
3.       Perubahan dan pencabutan gugatan;
Jika hakim tidak dapat mendamaikan para pihak yang berselisih, maka tahap berikutnya adalah pembacaan surat gugatan. Dalam prakteknya, kadangkala pihak penggugat yang telah memasukkan gugatannya di kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah, merasa bahwa masih terdapat sejumlah kekurangan dalam gugatan yang telah diajukannya tersebut. Pada prinsipnya, perubahan atau penambahan gugatan, diperkenankan bila diajukan pada hari sidang pertama, dimana para pihak hadir. Perubahan gugat yang diperkenankan antara lain mengenai perbuhan yang bersifat menyempurnakan, menegaskan atau menjelaskan surat gugatan, serta mengurangi tuntutan. sedangkan perubahan gugatan yang tidak diperkenankan adalah perubahan yang menyangkut dasar pokok gugatan. Yaitu yang dapat mengakibatkan perubahan mengenai materi dari sebab perkara antara kedua belah pihak.
4.       Pembacaan gugatan;
Apabila gugatan dianggap lengkap dan benar, maka dibacakan di muka persidangan.
5.       Jawaban tergugat;
Setelah gugatan dibacakan, maka diberi kesempatan kepada Tergugat untuk memberikan jawaban. Pada tahap ini ada beberapa kemungkinan yang terjadi yaitu:
a.       Tergugat menyampaikan eksepsi/tangkisan
b.       Mengakui gugatan Penggugat secara bulat-bulat
c.       Membantah gugatan Penggugat
d.       Referte/jawaban berbelit-belit
e.       Rekonvensi/gugat balik.
6.       Putusan sela;
Putusan majelis hakim diluar pokok perkara terhadap eksepsi yang diajukan oleh Tergugat.
7.       Replik;
Apabila dalam putusan sela majelis hakim tersebut, hakim memutuskan bahwa pengadilan yang memeriksa perkara perceraian tersebut berwenang mengadili, maka dilanjutkan dengan pemberian kesempatan kepada Penggugat untuk menanggapi dan menjawab dalil-dalil Tergugat dalam surat jawaban.disamping itu pula, Penggugat dapat menegaskan kembali surat gugatannya yang disangkal oleh Tergugat, untuk mempertahankan dalil-dalilnya.
8.       Duplik;
Duplik adalah tangkisan yang diajukan leh pihak Tergugat terhadap replik yang diajukan oleh Penggugat.
9.       Pembuktian;
Pada tahap ini, baik Penggugat maupun Tergugat diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti.
Macam-macam alat bukti:
-          Alat bukti surat
-          Alat bukti saksi
-          Alat bukti persangkaan
-          Alat bukti pengakuan
-          Alat bukti sumpah
Teknis kesempatan dalam pembuktian, terlebih dahulu diberikan kepada Penggugat.

10.   Kesimpulan;
Pada tahap ini pemeriksaan proses kesimpulan, baik Penggugat maupun Tergugat dapat mengajukan kesimpulan secara lisan maupun tulisan terhadap proses pemeriksaan alat bukti di persidangan.
11.   Putusan;
Setelah semua proses diselesaikan, maka proses akhir dari persidangan adalah memberikan putusan oleh hakim.

Mengenai Saksi

Alat bukti kesaksian diatur dalam pasal 139-152, 168-172 HIR, (ps.165-179 Rbg), 1895 dan 1902-1912 BW.
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil di persidangan, jadi harus diberitahukan sendiri dan tidak dapat diwakilkan serta tidak boleh dibuat secara tertulis. Jadi, yang dapat didengar sebagai saksi adalah pihak ketiga dan bukan salah satu pihak yang berperkara.
Kesaksian ayah dan ibu atau pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan Penggugat dan Tergugat dapat/diperbolehkan untuk didengar sebagai saksi dalam perkara perceraian. (Pasal 22 ayat 2 PP No.9 Tahun 1975) maka pilihan untuk bersumpah atau tidak bersumpah terserah kepada saksi tersebut. Kalau tanpa sumpah secara analogi nilainya hanya sebagai penjelasan saja, tetapi kalau atas sumpah mempunyai kekuatan bukti saksi.
Kesaksian merupakan alat bukti yang wajar, karena keterangan yang diberikan kepada hakim di persidangan itu berasal dari pihak ketiga yang melihat atau mengetahui sendiri peristiwa yang bersangkutan. Sehingga, pihak ketiga pada umumnya melihat peristiwa yang bersangkutan lebih objektif daripada pihak yang berkepentingan sendiri.
Betapa pentingnya arti kesaksian sebagai alat bukti tampak dari kenyataan bahwa banyak peristiwa-peristiwa hukum yang tidak dicatat atau tidak ada alat bukti tertulisnya. Sehingga, oleh karena itu kesaksian merupakan satu-satunya alat bukti yang tersedia.
Dalam setiap kesaksian harus disebut sebab pengetahuannya. Tidaklah cukup kalau saksi hanya menerangkan bahwa ia mengetahui peristiwanya. Ia harus menerangkan bagaimana ia sampai dapat mengetahuinya. Artinya sebab musabab samapai ia dapat mengetahui peristiwanya harus disebutkan. Pada asasnya setiap orang yang bukan salah satu pihak yang berperkara dapat di dengar sebagai saksi.
Ada tiga kewajiban bagi seorang saksi yaitu kewajiban untuk menghadap di persidangan pengadilan, kewajiban untuk bersumpah dan kewajiban untuk memberikan keterangan. Dalam pembuktian dengan saksi, hal ini baru dianggap sempurna apabila ada dua orang saksi atau lebih.
Keseimpulan:

-          Apabila dalam sidang yang ketiga kalinya ini Tergugat tidak juga hadir, maka persidangan ini dapat dilanjutkan dengan acara Verstek (yaitu sidang yang dilaksanakan tanpa hadirnya Tergugat, meski sudah dipanggil secara patut dan resmi). Jika situasinya Verstek, maka persidangan yang akan dilaksanakan lebih cepat dan tidak terlalu lama untuk mendapat putusan. Akan tetapi, jika Tergugat hadir atau kuasa hukum Tergugat yang hadir, maka persidangan ini akan berjalan normal dan akan memakan waktu yang cukup lama untuk memperoleh putusan (tahap-tahap persidangan yang normal sebagaimana yang telah dijelaskan diatas).
-          Abang kandung atau orang-orang terdekat Penggugat dapat menjadi saksi, intinya seorang saksi harus melihat, mendengar atau mengalamai sendiri peristiwa tersebut.
-          Yang paling penting ketika pemeriksaan saksi, sebaiknya saksi-saksi yang diajukan di depan persidangan tidak terlalu melebar ketika memberikan keterangan.agar tidak ada celah bagi lawan untuk masuk.

Demikian legal opini ini saya perbuat dan sampaikan kepada Saudari Nurmiati. Semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyelesaikan perkara saudari. Atas kepercayaan yang saudari beri kepada saya. Mewakili Biro Bantuan Hukum-Sentral Keadilan (BBH-SK) Banda Aceh, saya mengucapkan terima kasih.


Hormat saya;


TAUFIK HIDAYAT,S.H.
         Advokat                                                                                         

Selasa, 09 Juli 2013

Polemik POLRI DAN KPK


a.    Konflik Kepentingan
Sejak memasuki zaman era reformasi lebih dari satu generasi, banyak orang tidak terkecuali pejabat birokrat, tokoh politik, ilmuwan, namun dimanakah suara mereka sekarang? Yang selalu mencibirkan bibir dan melecehkan zaman orde baru yang dikatakan menyeleweng dari konstitusi, tidak menghormati hukum, dan masih banyak pelecehan lain. Ternyata, setelah memasuki era reformasi, hukum tidak begitu digubris.
Contohnya, kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator SIM pertama kali mencuat saat Bambang Sukotjo, direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, membeberkan adanya dugaan suap proyek pengadaan simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri. Bambang terang-terangan menyebut ada suap dari perusahaan pemenang tender pengadaan simulator 2011, kepada pejabat Korlantas Polri bernisial DS sebesar Rp.2 (dua) miliar.[1]
Tak hanya dugaan suap, Bambang pun membeberkan adanya praktek mark up dalam proyek pengadaan simulator motor dan mobil di institusi Polri tersebut. Pada saat lelang proyek tesebut, perusahaan bernama PT Citra Mandiri Metalindo berhasil memenangi tender pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar pada 2011.
Ketegangan antara KPK dan Polri dimulai saat KPK melakukan penggeledahan di gedung Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri terkait kasus Simulator SIM. Sebenarnya baik KPK maupun Polri sudah sama-sama tahu bahwa masing-masing lembaga penegak hukum tersebut sedang menangani kasus di yang sama di Korlantas Polri. Keadaan inilah yang disebut Bellum omnium contra omnes, dimana setiap orang selalu memperlihatkan keinginan-keinginannya yang betul-betul bersifat egoistis. Jadi, dalam keadaan itu tidak ada pengertian adil dan tidak adil sama sekali, sedangkan yang berlaku hanyalah nafsu-nafsu manusia saja. Sebab untuk adanya keadilan harus ada peraturan yang mengatur serta mengukur perbuatan manusia.
KPK dan Polri, Senin (30/7/2012) melakukan pertemuan di ruang Kapolri sekitar pukul 14.00 WIB. Saat itu, kedatangan pimpinan KPK Abraham Samad diterima langsung Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo yang didampingi Kabareskrim Polri. Polri mengklaim dalam pertemuan tersebut dilakukan pembicaraan mengenai penanganan kasus korupsi di Korlantas. Namun, dalam pertemuan tersebut Polri membantah adanya permohonan izin dari KPK untuk menggeledah Korlantas.
Pada hari yang sama, justru KPK melakukan penggeledahan di Korlantas sampai akhirnya terjadi kesalahpahaman antara Polri dan KPK. Kabareskrim Polri saat itu langsung turun untuk membicarakan penggeledahan tersebut dengan tiga pimpinan KPK Abraham Samad, Bambang Widjajanto, dan Busyro Muqoddas pada Selasa (31/7/2012) dini hari. Polri semakin geram setelah KPK mengumumkan Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka kasus Simulator SIM tersebut dalam jumpa persnya di Gedung KPK bersama perwakilan Polri setelah melakukan penggeledahan di Gedung Korlantas Polri tersebut.
Sebagaimana dikutip TEMPO, seorang sumber mengatakan bahwa dihadapan ribuan calon perwira, Kepala Kepolisian Timur Pradopo menyebut menggeledah tempat seenaknya dan menangkap orang seenaknya itu namanya garong. Yang dimaksud Kapolri adalah penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan KPK atas kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM di bagian lalu lintas kepolisian. Dengan segala cara, kepolisian memperlihatkan perlawanan atas upaya pembersihan di dalam tubuh mereka.[2]
Sebelumnya, Polri pernah membantah dugaan bahwa Inspektur Jenderal Djoko Susilo menerima suap Rp 2 miliar dari proyek pengadaan simulator kemudi motor dan mobil senilai Rp 196,87 miliar ketika memimpin Korps Lalu Lintas Polri. Kepala Bagian Penerangan Umum Komisaris Besar Boy Rafli Amar kala itu, sekarang Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafly Amar, menyatakan, proyek ini telah sesuai prosedur dan dari sisi mekanisme pengadaan barang dan jasa sudah berjalan dengan aturan yang ada. Kewajiban dari kontraktor pengadaan alat drive simulator polres-polres se-Indonesia, ini sudah terpenuhi.
Penggeledahan yang dilakukan para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Korps Lalu Lintas Polri, Selasa 31 Juli 2012, menegaskan masih adanya persoalan serius terkait korupsi di tubuh kepolisian Indonesia. Sementara sikap Polri yang disebut menghalang-halangi kerja penyidik KPK malah membuat kecurigaan publik makin besar tentang adanya ketidakberesan di institusi tersebut. Seperti diwartakan kompas.com, para penyidik KPK seusai melakukan penggeledahan tertahan di Korlantas Polri selama lebih dari 10 jam. Pada penggeledahan kali ini, penyidik KPK mengklaim telah menemukan semua dokumen asli, termasuk aliran dana yang mengarah ke pejabat Korlantas.[3] Jika Polri berkomitmen untuk transparansi publik, maka sudah seharusnya Polri mendukung penuh KPK, karena bagaimanapun juga tindakan korupsi itu melanggar hukum.
Pelanggaran hukum membawa akibat diberikannya hukuman kepada si pelanggar. Adanya hukuman yang diberikan tersebut akan menimbulkan masalah yang mengacu pada keadilan. Menurut Immanuel Kant, hukuman merupakan sesuatu yang harus diterima oleh orang yang bersalah dan hukuman itu adalah hadiah baginya. Pendapat Kant ini dapat dikatakan bahwa ada dua macam hubungan antara hukuman dan pelanggaran. Yang pertama, ada hubungan logis antara hukuman dan pelanggaran, yaitu siapa yang melanggar akan mendapat hukuman. Kedua, hukuman menimbulkan rasa moral, karena seseorang yang berbuat harus bertanggungjawab.[4] Namun, satu hal yang harus menjadi ciri utama dan yang pertama serta yang paling esensial adalah faktor kejujuran, kebenaran serta kepekaan untuk segala permasalahan yang ada, dimana bukan saja hukum yang harus diterapkan, melainkan juga keadilan harus ditegakkan. 
Berkaitan dengan persoalan penggeledahan tersebut, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) membantah pihaknya menghalangi atau menahan penyidik KPK. Menurut Polri, mereka Bukan menahan, yang betul adalah berkoordinasi dalam rangka penyelidikan. Penyidik Polri juga sudah melakukannya (penyidikan atas kasus dugaan korupsi simulator kemudi motor dan mobil) dengan memeriksa 32 saksi, kata Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Anang Iskandar.  Pernyataan "juga melakukan penyelidikan" menurut Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, hanya alasan Polri agar kasus itu tidak ditangani KPK. Kepolisian sudah sulit dipercaya untuk menangani kasus itu jika melihat tidak tuntasnya penanganan dugaan korupsi yang melibatkan petinggi Polri seperti kasus rekening gendut perwira tinggi Polri.[5]
Namun, apa yang terjadi belakangan ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bukan lagi ungkapan eufemistis yang digunakan, melainkan sudah menjadi semacam transformasi moral dan etik yang anomik (rancu), sehingga sarana bahasa yang digunakan menjadi suatu ungkapan kemunafikan. Penggunaan kata-kata secara munafik untuk menutup proses kebusukan dalam dunia hukum dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran benar-benar telah menjadi momok yang menakutkan. Hal  itu sungguh mencerminkan bahwa keadilan (hukum) sudah tidak dihormati lagi. Dengan perkataan lain, etik, moral, integritas dan keadilan bukan saja telah dipelintirkan, entah karena uang, entah karena kuasa, entah karena rekayasa atau diintervensi secara terselubung sehingga keadilan (hukum) telah dijungkirbalikkan.[6]
Masih pada hari Selasa, 31 Juli 2012, sekitar pukul 14.30 WIB pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjajanto datang ke Mabes Polri bertemu dengan Kapolri membicarakan penanganan kasus tersebut dan penyitaan barang bukti di Korlantas. Pertemuan tersebut disepakati bahwa barang bukti dibawa KPK untuk di verifikasi. Kemudian dalam penanganan kasusnya KPK menangani Irjen Pol Djoko Susilo, sementara Polri menangani Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ke bawah dalam tender proyek alat simulator SIM tersebut.
Namun, pada hari Rabu, 1 Agustus 2012, penyidik Bareskrim Polri menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut diantaranya Brigjen Pol Didik Purnomo sebagai PPK dalam pengadaan Simulator SIM, AKBP Teddy Rusmawan sebagai ketua panitia lelangnya, Kompol Legimo sebagai bendaharanya, kemudian Budi Susanto sebagai direktur perusahaan pemenang tender alat simulator SIM, dan Sukotjo Bambang sebagai sub-kontraktor penyedia alat simulator SIM. Namun, berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nama Irjen Djoko Susilo tidak masuk dalam daftar tersangka simulator SIM versi Mabes Polri.
KPK juga telah menetapkan empat tersangka yakni mantan Direktur Korlantas Polri, Irjen Pol Djoko Susilo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Brigjen Pol DP (Didik Purnomo), Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Bambang dan Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto.
Setelah itu, pada 3 Juli 2012 Kabareskrim Polri Komjen Pol Sutarman pun menggelar jumpa pers menyikapi polemik penanganan kasus tersebut. Dalam jumpa persnya Polri menegaskan bahwa pihaknya tetap akan melanjutkan proses penyidikan kasus tersebut dan tidak akan memberikan kasus yang ditanganinya kepada KPK. Alasan polri, ada sejumlah pemeriksaan tersangka yang sudah diajukan kepada Kejaksaan. Untuk itu, koordinasi perlu dilakukan Polri dengan KPK.  Itulah yang harus dikoordinasikan, karena semua sudah ditangani. Hal ini juga sudah dievaluasi oleh kejaksaan. Pada dasarnya manusia sebagai subjek hukum selalu menginginkan kebaikan dan berusah untuk mewujudkannya. Apabila seseorang berbuat kurang baik, maka ia berusaha membuat alasan yang dapat membenarkan tindakannya tersebut.
 Selanjutnya, pada malam harinya sekitar pukul 19.00 WIB penyidik Bareskrim Polri pun menahan Brigjen Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo, dan Budi Susanto. Melihat kondisi ini, bisa jadi Polri mendapat dukungan politik dari beberapa politisi yang selama ini selalu mengkritik keras KPK. Dukungan politik politisi ini bisa berpotensi memancing konflik antara KPK dan Polri.
Kemudian, bergulir kabar lain tentang KPK. Petinggi KPK dikabarkan disadap, namun KPK tidak terpengaruh dengan kabar penyadapan terhadap petinggi lembaganya oleh Mabes Polri. Bahkan juru bicara KPK, Johan Budi menyebutkan sumber kabar tersebut tidak jelas. Sejauh ini, tidak ada pernyataan resmi dari Polri yang menyatakan pimpinan KPK disadap. Meskipun soal penyadapan itu sudah dimuat di salah satu media nasional, namun sumber dalam pemberitaan itu tidak jelas.
Mabes Polri juga membantah penyadapan yang diduga dilakukan terhadap KPK, terutama pada pimpinan KPK terkait dengan perebutan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM di Korlantas Polri. Pada prinsipnya Polri melakukan langkah-langkah yang profesional, sehingga menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk penyadapan yang tidak sesuai aturan.
Dugaan penyadapan oleh Polri terhadap KPK ini berawal dari pengakuan seorang perwira polisi pada media nasional yag terbit 13 Agustus 2012 lalu. Dalam tulisan yang berjudul “ Mengapa Polisi Bertahan”, perwira itu memaparkan ada upaya operasi gelap Mabes Polri untuk menghalangi KPK mengusut kasus simulator SIM, antara lain melalui penyadapan. Selain menyadap, Mabes Polri juga diduga menguntit kegiatan para pimpinan KPK. Semua usaha tersebut dilakukan untuk mengetahui pimpinan KPK yang paling getol mengusut kasus tersebut. Bahkan diduga Polri sengaja mengumpulkan informasi kesalahan yang pernah dilakukan pemimpin KPK di masa lalu.
Hampir sepekan masalah penyadapan dan prosedur yang ditempuh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Kini, masalah itu semakin berkembang dan membuat Polri dan KPK saling tuding dan membantah. Namun, disisi lain ada yang luput dari permasalahan itu. Melalui Juru Bicara KPK, pihak lembaga anti korupsi mengeluhkan kabar tersebut, bahkan secara tidak langsung, KPK menilai ada skenario untuk melemahkan institusinya dalam memberantas kasus korupsi dan hal itu bukan berasal dari institusi Polri.[7]
Justru KPK mempertanyakan sikap DPR dalam menyoroti hal ini. Sebab, sejak awal dan tiba-tiba, parlemen-lah melalui hak serta inisiatifnya memanggil para mantan penyidik serta jaksa KPK, untuk mengetahui masalah di lembaga anti korupsi tersebut.
KPK mengingatkan, sebelum muncul masalah ini, DPR gencar menggelontorkan soal Revisi Undang-Undang KPK yang salah satu butir dalam draf revisi ada pemotongan kewenangan KPK dalam melakukan Penyadapan.
Anggota Komisi III DPR-RI, Adang Daradjatun menegaskan bahwa KPK dan Polri harus bersatu dalam memberantas korupsi. Seharusnya antara KPK, Polri dan Kejaksaan itu menjadi team work (tim kerja) yang sangar dalam memberantas korupsi. Tanggapan ini muncul dikarenak adanya pemanggilan penyidik KPK oleh Komisi III DPR yang dilakukan secara tertutup. Motif ini pun dipertanyakan sejumlah pihak. Bahkan, pemanggilan ini dapat semakin memperlebar jarak antara KPK dengan Polri dan justru langkah komisi hukum DPR itu sebagai bentuk kongkalikong dengan Polri untuk melemahkan KPK.[8]
Indonesian Corruption Watch (ICW) mempertanyakan motif langkah mantan penyidik KPK dari kepolisian, Kompol Hendy Kurniawan yang mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan di KPK saat dia bertugas. Hal itu pada prinsipnya tidak etis, padahal mekanisme kerja di KPK sifatnya rahasia, tapi keburukan KPK tiba-tiba dikemukakan ke publik. Apalagi tanpa konfirmasi KPK, tentu ini dapat mengganggu kinerja KPK yang sedang mengusut banyak kasus korupsi. Langkah tersebut dapat menimbulkan spekulasi di masyarakat bahwa pernyataan Kompol Hendy Kurniawan ini sengaja dan difasilitasi oleh kepolisian. Bahkan, ada dugaan pengakuan Kompol Hendy Kurniawan ini ditujukan untuk mengganggu proses pengusutan dugaan korupsi alat simulasi kemudi untuk ujian SIM yang sedang diusut KPK. Ada upaya-upaya untuk mengganggu kasus yang sedang berjalan di KPK,khususnya kasus simulator. Sebaiknya, jika benar terdapat kejanggalan dalam mekanisme KPK, langsung diungkapkan kepada pimpinan lembaga anti korupsi itu.[9]
Sementara itu, Kapolri mengatakan pernyataan Hendy bersifat pribadi bukan mengatasnamakan institusi. Dia juga membantah kepolisian telah memfasilitasi penyidik untuk mengungkapkan sisi negatif dari KPK selama mereka bertugas disana. Itu bukan atas nama istitusi, penyidik ini baru keluar dari KPK, jadi yang bersangkutan masih ditempatkan di SDM.
Pada hari selasa, 27 November 2012, Hendy Kurniawan mengungkapkan kejanggalan mekanisme penyidikan yang dijalankan pimpinan KPK (Abraham Samad), kejanggalan itu berupa prosedur dalam penetapan tersangka di sejumlah kasus. Misalnya dalam perkara Miranda Swaray Goeltom, pimpinan KPK telah menabrak prosedur bahkan hukum yang berlaku. Hendy mengetahui hal itu, lantaran dirinya merupakan penyidik dalam perkara tersebut. Saat itu, pimpinan menabrak prosedur dengan memaksa kasus Miranda S. Goeltom naik ke penuntutan. Padahal, bukti-bukti yang ditemukan penyidik belum dapat menjeratnya. Tudingan tersebut terbantahkan, dikarenakan perkara suap cek perjalanan yang menjerat mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu telah mendapat putusan dari pengadilan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa KPK.[10]
Menanggapi hal itu, Juru Bicara KPK (Johan Budi), mempertanyakan sikap Hendi berbeda dengan isi surat pengunduran dirinya dengan apa yang disampaikannya ini.[11]  Ada tradisi menulis surat perpisahan ketika seorang penyidik habis masanya.
KPK mengaku tidak menyangka bekas penyidiknya dari kepolisian, akan membuka aib lembaga anti korup korupsi. Namun, KPK tetap berpikiran positif saja, hal itu tentunya tidak dapat dilihat dengan sebelah mata. Karena informasi yang diberikan Hendy ke publik maupun ke DPR sangat berbeda dengan informasi yang diberikan mantan Jaksa KPK yang sebelumnya juga diundang Komisi III DPR mengenai persoalan yang sama.
Mengenai penyadapan, KPK memperoleh informasi dari salah satu anggota Komisi III bahwa keterangan eks penyidik KPK berbeda dengan keterangan eks jaksa. Padahal, dengan jelas Hendy dalam surat yang dituangkannya saat mengundurkan diri, tidak ada sama sekali menyinggung permasalahan-permasalah itu. Itu menjadi pertanyaan sendiri, kenapa tidak disampaikan saat di KPK. Lalu, didalam surat pengunduran dirinya tersebut, juga tidak ada menyiratkan adanya sepak terjang ketua KPK atau permasalahan KPK yang demikian. Justru dia dengan tegas mengatakan selama bertugas di KPK, mendapat nilai tambah yang bisa digunakan untuk menunjang karis di institusi asalnya.
Kendati demikian, KPK tetap mendengarkan apa yang disampaikan eks penyidiknya tersebut. KPK masih menaruh kepercayaan bahwa eks penyidiknya tersebut menyampaikan hal itu guna membuat KPK lebih baik ke depannya, meski pernyataan yang seperti itu disampaikan setelah dirinya tidak lagi menjabat sebagai penyidik di KPK. Sampai kapanpun KPK akan tetap menganggap bekas penyidik setelah kembali ke institusi awal, sebagai sahabat KPK tidak terkecuali dari Polri atau Kejaksaan Agung.
Sementara itu, dalam konteks kelembagaan, hubungan KPK dengan Polri relatif antiklimaks. Hal ini, perlu didukung agar KPK dan Polri tetap independen dan profesional. Di sisi lain, Polri bisa jadi mendapat dukungan politik dari beberapa politisi yang selama ini selalu mengkritik keras KPK.
Pada kesempatan lain Ketua Umum PBNU Prof. KH. Said Agil Siradj meminta Kapolri dan Wakapolri mampu menjaga citra dan moral kepolisian demi kepentingan penegakan hukum dan generasi penerus. Polisi sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat adalah harapan sekaligus milik rakyat. Sehingga harus dijalankan tugas dan amanah itu dengan benar. Jangan justru dalam situasi saat ini posisi kepolisian tambah terpuruk hanya gara-gara ulah segeleintir oknum aparat yang kerap bertindak semena-mena itu akhirnya institusi tersebut menjadi tercoreng. Karenanya, pimpinan polri jagan segan menindak anggotanya yang terbukti menyalahgunakan wewenang mengancam citra polri. Keberadaan polri harus dipertahankan bahkan ditingkatkan demi tuntutan penegakan hukum. Mengingat polri digaji dari uang rakyat, sehingga kinerja kepolisian jangan justru merugikan masyarakat bahkan berdampak pada pencitraan kepolisian. [12]

b.    Korlantas Gugat KPK
Penyitaan barang bukti dalam penggeledahan di gedung Korlantas pada bula Juli 2012 menjadi masalah karena gugatan Korlantas kepada KPK diproses.
Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol. Puji Hartanto mengungkapkan tidak mempermasalahkan penyitaan dokumen yang dilakukan KPK selama dokumen yang disita berkaitan dengan perkara simulator SIM. Namun, ada dokumen-dokumen yang  tidak terkait simulator yang berada di tangan KPK. Hal tersebut tentu saja menghambat Kinerja Korlantas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dikhawatirkan kalau dokumen-dokumen ini tidak segera dikembalikan, makan akan mengganggu pelayanan.
Akibat disitanya dokumen tersebut oleh KPK, menurut Kuasa Hukum Korlantas Polri,Juniver Girsang, Korlantas mengalami kerugian. Namun, dia tidak menyebutkan nilai potensi kerugian yang diderita Korlantas akibat penyitaan dokumen itu. Nilai kerugian artinya pelayanannya jadi tidak prima saja, tidak komprehensif. [13]
Korlantas sebelumnya sudah mengirimkan surat rincian dokumen yang diminta, semuanya tidak terkait dengan perkara simulator SIM. Tetapi, tidak diketahui apa yang menjadi alasan KPK tidak mengembalikan dokumen yang diminta Korlantas. Akan tetapi surat itu belum juga dibalas secara resmi dan diambangkan, makanya berdasarkan surat itu Korlantas melakukan upaya hukum dengan gugatan perdata.
Perkara tersebut diajukan oleh Irjen Pol Drs. Pudji Hartanto, dengan nomor perkara 542/PDT/2012/PN-Jaksel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidangnya, dilaksanakan pada tanggal 1 November 2012 yang dipimpin Hakim Kusno, dibantu dua orang hakim anggotanya Ari Jiwantara dan Samsul Edi, dan paniteranya Siti Julaeka.[14]
Dalam gugatannya Korlantas meminta KPK mengembalikan dokumen-dokumen sitaan yang dianggap tidak berkaitan dengan penyidikan kasus simulator SIM. Pihak Korlantas mengklaim mengalami kerugian akibat penyitaan dokumen yang tidak relevan oleh KPK. Terkait dengan gugatan ini, KPK siap menghadapinya. Pimpina KPK sudah menunjuk Kepala Biro Hukum KPK untuk membuat klarifikasi-klarifikasi atas gugatan tersebut.
Juru bicara KPK (Johan Budi) mengatakan dokumen hasil sitaan tersebut tentunya akan ditelaah terlebih dahulu, apakah secara langsung bisa menguatkan sangkaan terhadap seseorang atau tidak. Jika nanti dokumen-dokumen atau barang bukti yang disita KPK itu memang tidak berkaitan dengan perkara, KPK akan mengembalikannya kepada Korlantas.
Pada saat penggeledahan itu, pihak Korlantas Polri ikut menyaksikannya juga. Sejumlah dokumen dan barang bukti yang disita KPK pun dicatat dalam berita acara penggeledahan yang diketahui pihak Korlantas. Ketika itu tidak ada persoalan. Tapi, sekarang pihak Korlantas bilang ada hal-hal yang tidak terkait kasus kemudian dinyatakan ikut tersita oleh KPK, padahal ketika proses penggeledahan dan penyitaan pada waktu itu disaksikan Korlantas juga.
Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tidak mempermasalahkan bila Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri melakukan gugatan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama memiliki dasar.  KPK sebagai lembaga biasa, bisa saja dimintai pertanggungjawabannya terkait penguasaan barang bukti yang tidak tersangkut dan tidak ada kaitannya dengan kasus simulator SIM.
Sementara, anggota Kompolnas yang lainnya, M. Nasser berpendapat agar Korlantas mencabut gugatannya guna mencegah memburuknya citra polri, khususnya atas munculnya berbagai dugaan dan spekulasi yang tidak perlu. Selain itu juga sangat tidak logis sesama komponen penegak hukum saling gugat perdata. Jangan beri celah pada berkembangnya isu sektoral dalam penegakan hukum.[15]
c.    Akhir dari Polemik KPK dan Polri
Saat ini, banyak pihak merasa prihatin dengan kondisi dua lembaga penegak hukum (Polri dan KPK) yang sedang tidak akur. Kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM yang menjerat Irjen Djoko Susilo, sudah terlanjur menjadi konsumsi publik.
Puncaknya, ketegangan kedua lembaga itu adalah ketika Polri berusaha mengepung dan menangkap seorang penyidiknya (Kompol Novel Baswedan)  di Gedung KPK (5 oktober 2012). Tindakan para aparat kepolisian yang sepertinya secara sengaja ingin melakukan pelemahan terhadap KPK. seharusnya kepolisian merasa malu, dimana disaat bersamaan rakyat mendukung penuh eksistensi lembaga KPK.
Aktivis Change.org, Usman Hamid memaparkan bahwa sudah 5.500 (lima ribu lima ratus) petisi dari masyarakat yang terkumpul dalam rangka mendukung penangan kasus simulator SIM oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Petisi ini telah dikirimkan ke email Presiden Susilo Bambang Yudhoyon dan Kapolri Jend. Pol. Timur Pradopo. Awal mula pengguliran petisi ini yakni merujuk pada peristiwa ketika penyidik KPK dihadang oleh aparat kepolisian ketika mengambil sejumlah barang yang akan dijadikan bukti atas kasus korupsi tersebut, kemudian berlanjut pada kebijakan Kapolri menarik 20 penyidiknya dari KPK. Petisi ini meminta Presiden mengambil sikap tegas terkait dugaan korupsi yang melibatkan pejabat Polri dan mengembalikan penyidik serta mempercayakan penanganan kasus simulator SIM ini ke KPK.[16]
Atas insiden di Gedung KPK itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyesalkan langkah yang diambil Polri. Akibatnya berkembang berita yang simpang siur, sehingga menimbulkan masalah sosial politik baru.[17] Presiden mengakui bahwa masih banyak pelaku korupsi bahkan di pemerintahan, parlemen, DPRD dan diantara penegak hukum. Sorotan atas masalah korupsi ini disampaikan Presiden di tengah pertarungan besar antara KPK dengan Polri.
Persoalan penanganan perkara Simulator SIM ini, 2 (dua) mantan pimpinan KPK beda pendapat. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Penindakan, Bibit Samad Riyanto, menyarankan agar penanganan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM di Korlantas Polri ditangani bersama oleh KPK dan Polri. Hal itu, menurut Bibit, dapat disiasati dengan merujuk kepada nota kesepahaman yang telah dibuat bersama. Sebab, pengalamannya dulu sudah pernah joint investigation dengan polri. Bisa saja bosnya (pelaku utama koruptor) ditangani KPK, sementara bawah-bawahnya ditangani Polri.[18]
Berbeda dengan Bibit, mantan pimpinan KPK lainnya (M.Jasin) justru menyarankan agar penyelesaian kasus simulator SIM itu harus ditangani sepenuhnya oleh KPK.Kita bisa melihat sekarang ini, kasus itu sudah terjadi dan sudah masuk ke KPK. KPK tentunya tidak bisa menghentikan itu (tidak bisa melakukan SP3). 
 Jika hanya berlandaskan pada MoU, hal itu tidak kuat, karena kedudukan MoU berada di bawah Undang-Undang KPK. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kerap memakai alasan Nota Kesepahaman (MoU) untuk mengambil alih penanganan perkara dugaan korupsi simulator SIM dari KPK. Sehingga, berdasarkan MoU dengan KPK Polri beralibi dapat menangani kasus serupa.
Namun, hal tersebut dibantah oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, menurutnya, MoU tidak bisa dijadikan dasar untuk mengabaikan undang-undang (UU).  Bahwa , MoU itu hanya kesepakatan saja yang tidak boleh bertentangan dan menyimpang dari UU. Dengan begitu yang lebih kuat dan mengikat itu adalah undang-undang.[19]
Berdasarkan Pasal 50 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, sangat jelas bahwa otoritas penanganan kasus pengadaan simulasi SIM merupakan kewenangan KPK. Disamping itu, MoU yang selama ini dijadikan alasan Polri untuk menangani kasus ini, ternyata juga menguatkan bahwa KPK-lah yang berhak melanjutkan penyidikan kasus ini. Hal ini mengacu pada proses penyelidikan yang lebih dahulu dilakukan oleh KPK, 20 Januari 2012 dan penyidikan tanggal 27 Juli 2012. Dibandingkan Polri, baru mulai penyelidikan tanggal 26 April 2012 dan penyidikan 31 Juli 2012. Apabila dilihat dari aspek subjektifitas penilaian atas kinerja Polri saat ini, tentunya persoalan konflik kepentingan dan keseriusan penuntasan kasus menjadi catatan penting.
Berbagai riset publik menunjukkan bahwa masyarakat menganggap institusi kepolisian sebagai lembaga paling korup. Jajak pendapat Lembaga Survey Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa masyarakat menilai polisi gagal dalam menangani praktek korupsi internal. Sementara itu, survey Transparansi Internasional Indonesia memperlihatkan bahwa 31 persen masyarakat menilai kepolisian sebagai lembaga paling korup.[20]
Berdasarkan itu semua, maka polri harus segera menyerahkan penanganan kasus pengadaan simulator SIM ini kepada KPK. Apabila kisruh ini tidak diakhiri dan polri tetap bersikeras dengan arogansinya yang tidak berdasar tersebut, maka akan muncul asumsi-asumsi liar. Seperti kecurigaan menganalisasi kasus, melindungi sesama korps dan sebagainya yang pada akhirnya semakin memperburuk citra polri dan membuat kepercayaan publik atas komitmen mereformasi dan memperbaiki diri semakin jauh atau tidak dipercaya. Selain itu yang lebih penting dan sangat mengkhawatirkan adalah akan muncul preseden buruk dalam penegakan hukum, dimana lembaga penegak hukum nyata-nyata melanggar atau mengabaikan hukum itu sendiri.
Penegakan hukum seharusnya tegas dalam pengertian bahwa hukum itu tidak dipermain-mainkan atau tidak diperjualbelikan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi pejabat penegak hukum. Semestinya pula hukum tidak diperlakukan berbeda-beda kepada masyarakat. Dalam pandangan filsafat, tujuan akhir hukum adalah keadilan. Keadilan merupakan perpaduan harmonis antara hukum dan moralitas. Keadilan hukum adalah keadilan setiap individu di depan hukum. Setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang sama di depan hukum. Misalnya kalau pejabat yang melakukan pelanggaran, persoalannya bisa lenyap. Tapi, kalau rakyat jelata pelakunya, hukum berlaku dengan tegas. Terhadap mereka berlaku ungkapan Oliver Goldsmith:law grind the poor and richmen rule the law (hukum hanya menggilas orang miskin, sebaliknya orang kaya menguasai hukum).[21]
Semua warga negara baik itu pejabat maupun yang jelata, semestinya bisa dihadapkan pada proses hukum atau bahkan mendapat sanksi hukum yang keras. Sehingga, sudah selayaknya semua penegak hukum, baik KPK, Kejaksaan maupun Polri supaya tidak segan-segan lagi untuk memproses kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat nonaktif maupun aktif. Namun, perlu digaris bawahi, hal ini akan sangat bergantung pada sikap politik Presiden sendiri, sejauh mana keseriusan Presiden memberi dukungan politik kepada KPK.
Meminjam statment Pakar Komunikasi Politik, Effendi Ghazali : “ kalau rakyat mempertanyakan dimana SBY, itu bukan menunjukkan tempat, tapi dimana positioning SBY sebagai Presiden jika terjadi kembali kasus pelemahan terhadap KPK. Kalimat ‘dimana SBY’ ini menarik, rakyat menanyakan keberadaan SBY, apakah kalimat-kalimat ini dijawab atau tidak oleh SBY kita lihat nanti, Presiden berada paling depan itu bukan berarti intervensi karena Presiden merupakan lembaga tinggi negara yang berada di atas Polri dan KPK”.[22]
Menurut Pakar Hukum Pidana, Gandjar Laksmana :“Presiden ikut campur bukan ikut campur sembarangan, Presiden itu pemegang kekuasaan tertinggi eksekutif, dan Presiden punya secuil kewenangan di bidang yudikatif, makanya Presiden berhak memberikan Grasi, Remisi. Yang kita minta bukan terhadap materi kasus. Presiden bisa masuk ke kepolisian, dia cukup perintahkan Kapolri, jadi itu bukan intervensi, itu kewenangan presiden sebagai pemimpin eksekutif tertinggi.”[23]
Kemudian, dipertegas oleh Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan “ Presiden punya tanggungjawab moral untuk mengambil  sikap  yang tegas, menjadi bagian dari negara untuk memberantas korupsi. Karena kita semua harus perhatikan. Tolonglah para pengelola negara ini takut pada sejarahwan. Sejarahwan akan menulis hari-hari ini sebagai priode yang mendiamkan koruptor atau periode yang membasmi koruptor.[24]
Bahkan menurut praktisi hukum, Taufik Basari “Presiden dapat melanggar konstitusi, jika membiarkan kisruh penanganan kasus korupsi pengadaan simulator SIM antara Polri dan KPK terus berlanjut. Presiden bisa disebut melakukan pembiaran atau turut melanggar undang-undang.[25]
Oleh karena besarnya episentrum dampak yang ditimbulkan oleh polemik ini, maka Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan yang merupakan atasan langsung dari kapolri, semestinya mengambil tindakan untuk mengakhiri polemik ini. Apabila Presiden terus membiarkan polemik ini, selain akan membuat citra polri terus terpuruk di mata publik, namun sebagai atasan langsung dari Kapolri, Presiden juga akan mendapat imbas citra buruk dari polemik kasus ini. Bagaimanapun sikap diam Presiden tersebut akan dapat memunculkan berbagai anggapan publik yang diantaranya anggapan presiden membiarkan atau bahkan merestui dugaan. Bagaimanapun sikap diam Preseiden tersebut akan dapat memunculkan berbagai anggapan publik, diantaranya anggapan Presiden membiarkan atau bahkan merestui dugaan pelanggaran atas UU No.30 Tahun 2002 yang dilakukan Polri.
Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, Dipo Alam dengan nada lantang membantah bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkesan melakukan pembiaran atas perseteruan antara KPK dengan Polri. Presiden pasti akan menepati janjinya untuk memberantas tindak pidana korupsi yang telah mengakar di Indonesia. Intinya pemberantasan korupsi itu sudah menjadi janji Presiden.[26]
Akhirnya, Presiden mengundang pimpinan KPK dan kepolisian untuk menyelesaikan masalah ini. Akan tetapi hasilnya mengecewakan, karena dalam pertemuan itu presiden tidak menunjukkan sikap yang tegas mendukung KPK dalam membersihkan korupsi di lingkungan polisi.
Disadari sepenuhnya bahwa mencari solusi dalam konteks pemahaman hukum bukanlah pekerjaan mudah, apalagi nuansa kepentingan politik sesaat yang membumbui menjadikan kesadaran akan pemulihan hukum masih jauh dari harapan.
Jika presiden melalui pembantunya (Menkopolhukam), hanya memerintahkan pihak Polri dan KPK bersinergi tanpa mengambil sikap yang konkrit, maka hal itu benar melanggar konstitusi. Soal siapa yang berhak menangani kasus itu, kita bisa bergantung kepada presiden untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, presiden harus segera menyelesaikan perkara tersebut. Masih ada waktu bagi Presiden untuk meluruskan kembali masalah ini dengan cara memerintahkan Kapolri menghentikan penanganan perkara itu.
Belajar dari pengalaman itulah, maka korelasi politik dan hukum sebagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan menjadikan para politisi yang nota bene sebagai pencetak dan pelaksana peraturan seharusnya mampu untuk mencermati kembali persoalan-persoalan nasional secara jernih jangan hanya melihat dari satu optik saja.
Memahami persoalan diatas, tentunya kita dapat bercermin pada persoalan-persoalan hukum di tanah air, sebutlah “tuntutan reformasi” ditahun 1998. Kesulitan yang paling krusial adalah, darimana kita harus mulai untuk memperbaiki carut marutnya hukum bangsa ini. Meminjam istilah Julia Kristeva (Pemikir Post modernis), inilah sebuah kondisi objektif, yaitu suatu peristiwa kehidupan yang kacau tidak menentu dan tidak ada harapan, objek hukum berarti suatu kondisi atau keadaan dimana setiap orang tengah bermain-main dan terlibat permainan untuk mempermainkan hukum. Ada yang menangis, tertawa, berjualan, telanjang, tidak punya malu dan ada apa saja didalamnya.[27]
Terkait langkah hukum terhadap Kompol Novel Baswedan yang diduga melakukan penganiayaan saat menjabat Kasat Reskrim di Polres Bengkulu tahun 2004 lalu, SBY secara tegas mengatakan proses hukum terhadap Novel sangat tidak tepat, baik waktu, pendekatan dan tata cara pelaksanaannya.
Semua warga negara mulai dari Presiden, Kapolri, Jaksa Agung, Pimpinan KPK, DPR hingga masyarakat memiliki persamaan dihadapan hukum. Jangan sampai ada motivasi lain dalam penegakan hukum, khusunya terhadap Kompol Novel yang saat ini sedang melakukan penyidikan kasus korupsi Simulator SIM.
Masalah kewenangan kasus simulator SIM antara Polri dan KPK, bisa diselesaikan jika semua pihak mau duduk memusyawarahkannya. Akhirnya, Presiden SBY memberikan lima solusi untuk menyelesaikan konflik antara KPK dan Polri, antara lain:
1.       Penanganan hukum dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo ditangani KPK, termasuk penanganan tersangka lain dalam kasus tersebut dan tidak dipecah.
2.       Penegakan hukum terhadap Kompol Novel Baswedan dilakukan tanpa keadilan, hal itu tidak boleh terjadi.
3.       Polri dan KPK harus mengatur kembali masa jabatan waktu penyidik Polri dan KPK.
4.       Revisi UU KPK kurang tepat dilakukan saat ini.
5.       KPK dan Polri perlu memperbaharui MoU-nya untuk banyak hal. Termasuk soal pembantuan personel Polri sebagai penyidik di KPK. Sebaliknya, KPK juga harus berkoordinasi dengan Polri.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penghargaan tinggi terhadap pernyataan Presiden SBY dalam menyikapi polemik yang terjadi antara KPK dan Polri.
Sementara itu, Kapolri Jendral Timur Pradopo menyatakan, polisi mendukung upaya penegakan hukum yang berkaitan dengan kasus tindak pidana korupsi.  Siapa pun yang melakukan tindak pidana korupsi harus tetap diproses secara hukum. Berkaitan dengan itu, polri akan segera melaksanakan perintah Presiden SBY terkait penanganan kasus simulator SIM. Namun demikian, pihak kepolisian akan melakukan koordinasi terlebih dulu dengan KPK. Koordinasi ini dilakukan, khsusunya terkait pengalihan tugas penanganan penyidikan kasus simulator SIM yang selama ini sudah dilakukan Polri.
Sehubungan dengan itu, penyidik dari Mabes Polri menyambangi KPK pada tanggal 15 Oktober 2012. Hal itu dilakukan guna menggelar ekspose perkara dugaan korupsi proyek simulator SIM. Mabes Polri juga mengkoordinasikan soal pelimpahan kasus senilai Rp.196,8 miliar itu ke KPK, menyusul perintah Presiden untuk menyerahkan ke KPK. Selain itu, sejumlah barang bukti juga diserahkan untuk penyidikan lebih lanjut. Ekspose ini merupakan tindaklanjut koordinasi antara KPK dan Mabes Polri sekaligus menyikapi hasil mediasi yang diatur oleh Menteri Sekretaris Negara.[28]
KPK sebagai Lembaga superbody di negeri ini juga menyambut baik dan mengapresiasi sikap legowo Kapolri yang menunjukkan kebijaksanaannya sebagai penegak hukum. Terlebih, Kapolri dapat menyetujui kesepakatan bila penanganan kasus simulator SIM Korlantas Polri, dapat ditangani KPK dalam satu paket.
Kemudian, Kabareskrim Polri Komjen Pol. Sutarman sudah memerintahkan bawahannya untuk berdiskusi dengan penyidik KPK. Hal itu dilakukan terkait pelimpahan berkas kasus dugaan korupsi simulator SIM. Polri mengutus Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Nur Ali untuk membahas dan mendiskusikan mekanisme hukum pelimpahan berkas kasus dugaan korupsi SIM dengan penyidik KPK. Sehingga aturan semua dipatuhi dan polri menjalankan apa yang menjadi directive pak Presiden. Dalam kesempatan lain Polri juga sedang membahas mekasnisme pelimpahan berkas kasus dugaan korupsi Simulator SIM dengan Kejaksaan Agung. Polri juga membantah pihaknya akan menghentikan penyidikan kasus tersebut, Polri tidak akan menghentikan proses penyidikan tersebut, kalau menghentikan tidak ada rumusan hukumnya, makanya nanti polri akan rumuskan penanganan yang baik, supaya tidak melanggar hukum.
Polri telah siap jika harus menyerahkan berkas perkara tersangka bersama itu sekarang juga kepada KPK. Namun begitu, polri tidak dapat memastikan apakah KPK siap atau tidak untuk menerima berkas tersebut. Bareskrim Polri, juga sedang melakukan komunikasi dan diskusi dengan Kejaksaan dan Pengadilan terkait izin penyitaan dan perpanjangan barang bukti. Diskusi ini akan dilakukan secepatnya agar dapat langsung diserahkan kepada KPK untuk ditangani lebih lanjut.[29]
Sebagai konsekuensi dari kesediaan Polri untuk menyerahkan kasus simulator SIM ini disidik oleh KPK sesuai dengan pidato pengarahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Banyak pihak mengharapkan sesudah kasus simulator SIM ini, Polri akan lebih serius untuk melakukan reformasi di internalnya. Harapan rakyat sangat besar terhadap Polri untuk melaksanakan tugasnya secara professional kedepan dalam rangka pemberantasan korupsi dan melindungi kepentingan masyarakat.
Sudah sepantasnya hubungan antara KPK dan Polri harus dijaga untuk memperlancar pemberantasan korupsi. Hal ini, harus disadari kedua institusi. Kalau semakin ada ketegangan antara KPK-Polri tidak baik juga untuk KPK. Karena yang mempunyai kewenangan membawa senjata dan mengawal tahanan, termasuk institusi yang bisa mengeksekusi hanya polisi.


[1] Serambi News.com, http://aceh.tribunnews.com/2012/08/10/kapolri-akan-tindak-tegas-anggotanya-yang-korup

[2] Kabar Indonesia, 5 September 2012, http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=14&jd=PERANG+MELAWAN+KORUPSI%3A+Antara+yang+Baik%2C+Jahat%2C+dan+Duduk+Manis&dn=20120905003109
[3]Kompas.com, 31 Juli 2012, http://nasional.kompas.com/read/2012/07/31/02145457/Busyro.Benar.Penyidik.KPK.Geledah.Korlantas
[4] Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Gadjah Mada University Press,2006, hal.154.
[5]Kompas.com,31 Juli 2012, http://nasional.kompas.com/read/2012/07/31/11350880/Alasan..Polri.Juga.Tangani.Proyek.Simulator?utm_source=nasional&utm_medium=cpc&utm_campaign=artbox
[6] J.E. Sahetapy, Runtuhnya Etik Hukum, Kompas Penerbit Buku, jakarta,2009. Hal.216.
[7] Tribunnews.com - Selasa, 27 November 2012, http://www.tribunnews.com/2012/11/27/ada-apa-dpr-tiba-tiba-dpr-pangil-bekas-penyidik-
[8] Tribunnews.com - Rabu, 28 November 2012, http://www.tribunnews.com/2012/11/28/adang-minta-kpk-polri-tak      terpengaruh-eks-penyidik-kpk
[9] Suara Pembaruan.com, Kamis, 29 November 2012,http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/icw-pertanyakan-motif-penyidik-beberkan-kejanggalan-kpk/27532
[10]Tribunnews.com - Selasa, 27 November 2012 , http://www.tribunnews.com/2012/11/27/tuduhan-mantan-penyidik-soal-miranda-sudah-terbantah-di-pengadilan

[11] Tribunnews.com - Selasa, 27 November 2012,http://www.tribunnews.com/2012/11/27/kpk-tanggapi-pernyataan-mantan-penyidik-kompol-hendi

[12] Suarapembaruan.com, 28 November 2012, http://www.suarapembaruan.com/metropolitan/ketua-pbnu-minta-polri-jaga-citra-dan-moral/27485
[13] Kompas.com, 25 Oktober 2012, http://nasional.kompas.com/read/2012/10/25/19203319/Sita.Dokumen.Korlantas.Gugat.KPK
[14] Inilah.com, 3 November 2012 , http://nasional.inilah.com/read/detail/1921981/hari-ini-sidang-perdana-gugatan-polri-terhadap-kpk

[15] SerambiNews.com, 30 Oktober 2012, http://aceh.tribunnews.com/2012/10/30/kpk-diminta-percepat-seleksi-barang-bukti-simulator-sim

[16] Serambi News.com, 24 September 2012. http://aceh.tribunnews.com/2012/09/24/5-ribu-petisi-dukung-kpk-tangani-kasus-simulator-sim
[17] Harian Serambi,9 Oktober 2012, hal.4.
[18] Serambi News.com, http://aceh.tribunnews.com/2012/08/14/2-mantan-pimpinan-kpk-beda-pendapat-soal-simulator-sim
[19]Serambi News.com, http://aceh.tribunnews.com/2012/08/07/hakim-mk-uu-lebih-sakti-dari-mou

[20] Redaksi-kabarindonesia, 5 September 2012. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=14&jd=PERANG+MELAWAN+KORUPSI%3A+Antara+yang+Baik%2C+Jahat%2C+dan+Duduk+Manis&dn=20120905003109
[21] M.Yahya Harahap,SH. “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan”, edisi kedua, hal.78. tahun 2000.
[22] Tribunnews.co, senin, 8 Oktober 2012.
[23] idem
[24] Harian Serambi, 2 Oktober 2012, hal.6.
[25] Harian Serambi, 6 Agustus 2012, hal.4.
[26] Kompas.com, 6 Oktober 2012, http://nasional.kompas.com/read/2012/10/06/12210317/Seskab.Bantah.SBY.Biarkan.Perseteruan.KPK-Polri
[28] Tribunnews.com, 15 Oktober 2012, http://aceh.tribunnews.com/2012/10/15/kpk-polri-ekspose-kasus-simulator-sim-bersama

[29] Tribunnews.com, 10 Oktober 2012, http://aceh.tribunnews.com/2012/10/10/polri-siap-serahkan-berkas-kasus-simulator-sim-ke-kpk