Setiap orang
mempunyai hak asasi yang melekat pada dirinya sejak ia dalam kandungan hingga
dilahirkan ke dunia sebagai manusia. Hak tersebut merupakan anugerah Tuhan yang
Maha Esa dimana tidak seorang pun dapat mengingkarinya.
Sementara itu
beragam pendapat ahli mendefenisikan pengertian hak asasi manusia. Dalam tulisan
itu, penulis mengutip pendapat Meriam Budiardjo; beliau berpendapat
bahwa hak asasi manusia adalah hak yang
dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu
dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena
itu bersifat universal.
Di Indonesia
gembar-gembor perjuangan akan Hak Asasi Manusia (HAM) mulai sibuk dan gencar
dilakukan antara tahun 1998 dan 1999, ditandai dengan lahirnya Undang-Undang
Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan didukung oleh
Undang-Undang Republik Indonesia No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
Agar penegakan hak
asasi manusia itu berjalan, maka dibentuklah Komis Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM) dan diikuti menjamurnya lembaga-lembaga serupa, dalam bentuk
swadaya masyarakat seperti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (KontraS), Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM),Lembaga
Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan lain-lain. Kita patut bersyukur atas
kehadiran mereka dalam memperjuangkan pelaksanaan hak asasi manusia di negeri
ini. Sebab, tanpa eksistensi mereka tidaklah mungkin perjuangan hak asasi dapat
dilaksanakan.
HAM
di mata Masyarakat Awam
Semua pihak sepakat bahwa hak
asasi manusia merupakan hak yang universal, holistik dan bukan parsial. Artinya,
semua aspek mengandung hak asasi, sehingga pelaksanaan hak asasi manusia
dijalankan secara menyeluruh.
Sungguh disayangkan, pengertian hak asasi manusia di
mata masyarakat awam justru sangat kerdil. Mereka menganggap hak asasi identik
dengan kebebasan. Ironisnya, kebebasan itu justru diartikan melewati batas. Sehingga,
acap kali ketika masyarakat menganggap bahwa hukuman cambuk yang diterapkan di
Aceh sebagai negeri syari’at Islam satu-satunya di Nusantara bertentangan
dengan hak asasi manusia. Padahal dalam upaya sebuah penegakan supremasi hukum
di Aceh, hukuman cambuk merupakan sangat diperlukan sebagai efek jera bagi para
pelaku pelanggaran Syari’at Islam.
HAM
bebas tapi Terbatas
Selaku orang yang beragama,
tentunya kita semua dibatasi oleh kaidah-kaidah agama masing-masing. Kebetulan penulis
seorang muslim, maka semua tindakannya tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah Syari’at
Islam. Jika demikian halnya, maka kebebasan yang merupakan hak asasi bagi
setiap orang, mestinya juga terbatas atau dibatasi.
Logikanya, jika hak asasi seseorang ingin dihargai
dan dihormati oleh orang lain, maka seseorang tersebut juga harus menghormati hak
asasi orang lain. Kita dapat mengambil contoh kecil berikut ini, rata-rata
masyarakat di rumah masing-masing memiliki televisi. Mereka hidup bertetangga
dengan orang lain di sebelah rumahnya. Kemudian, ketika salah seorang tetangga
menyalakan televisi lalu memutar volume pada tingkat maksimal sehingga
menghasilakan suara yang cukup keras. Terlanggarkah hak asasi tetangganya? Jawabnya,
tentu dan sudah pasti terlanggar. Meskipun televisi milik pribadinya dan
dinyalakan di dalam rumahnya. Namun, suara yang dihasilkan mengganggu
pendengaran tetangga yang lain.
Dari contoh kasus diatas, penulis hanya ingin
menyampaikan. Bahwa kebebasan dalam pelaksanaan hak asasi manusia itu bersifat
terbatas serta kondisional dan situasional, dengan kata lain dinamis dan
fleksibel. Dimana letak keterbatasan itu? Sudah semestinya, semua kita sadar. Bahwa
sebagai orang timur, hak asasi dibatasi oleh sedikitnya 5 (lima) hal, yakni
agama, hukum, etika, budaya dan moral.
Akhir kata, sebagai sebuah ekpektasi yang besar
terhadap pelaksanaan hak asasi manusia di negeri ini, bahwa para pejuang hak
asasi manusia jangan mengartikan hak asasi itu secara parsial dan tidak melihat
aspek-aspek yang dikemukakan diatas.
Kemudian, berilah pemahaman yang benar kepada
masyarakat. Bahwa kebebasan merupakan bagi hak asasi dari setiap orang. Kebebasan adalah
hak mutlak bagi setiap orang, namun kebebasan itu harus terbatas agar pemahaman
hak asasi tidak salah kaprah dan melenceng dari makna yang terkandung dalam hak
asasi itu sendiri.