Rabu, 17 Oktober 2012

Memahami Kebebasan HAM yang Terbatas


Setiap orang mempunyai hak asasi yang melekat pada dirinya sejak ia dalam kandungan hingga dilahirkan ke dunia sebagai manusia. Hak tersebut merupakan anugerah Tuhan yang Maha Esa dimana tidak seorang pun dapat mengingkarinya.
Sementara itu beragam pendapat ahli mendefenisikan pengertian hak asasi manusia. Dalam tulisan itu, penulis mengutip pendapat Meriam Budiardjo; beliau berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.
Di Indonesia gembar-gembor perjuangan akan Hak Asasi Manusia (HAM) mulai sibuk dan gencar dilakukan antara tahun 1998 dan 1999, ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan didukung oleh Undang-Undang Republik Indonesia No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Agar penegakan hak asasi manusia itu berjalan, maka dibentuklah Komis Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dan diikuti menjamurnya lembaga-lembaga serupa, dalam bentuk swadaya masyarakat seperti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM),Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan lain-lain. Kita patut bersyukur atas kehadiran mereka dalam memperjuangkan pelaksanaan hak asasi manusia di negeri ini. Sebab, tanpa eksistensi mereka tidaklah mungkin perjuangan hak asasi dapat dilaksanakan.
HAM di mata Masyarakat Awam
                Semua pihak sepakat bahwa hak asasi manusia merupakan hak yang universal, holistik dan bukan parsial. Artinya, semua aspek mengandung hak asasi, sehingga pelaksanaan hak asasi manusia dijalankan secara menyeluruh.
                Sungguh disayangkan, pengertian hak asasi manusia di mata masyarakat awam justru sangat kerdil. Mereka menganggap hak asasi identik dengan kebebasan. Ironisnya, kebebasan itu justru diartikan melewati batas. Sehingga, acap kali ketika masyarakat menganggap bahwa hukuman cambuk yang diterapkan di Aceh sebagai negeri syari’at Islam satu-satunya di Nusantara bertentangan dengan hak asasi manusia. Padahal dalam upaya sebuah penegakan supremasi hukum di Aceh, hukuman cambuk merupakan sangat diperlukan sebagai efek jera bagi para pelaku pelanggaran Syari’at Islam.
HAM bebas tapi Terbatas
                Selaku orang yang beragama, tentunya kita semua dibatasi oleh kaidah-kaidah agama masing-masing. Kebetulan penulis seorang muslim, maka semua tindakannya tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah Syari’at Islam. Jika demikian halnya, maka kebebasan yang merupakan hak asasi bagi setiap orang, mestinya juga terbatas atau dibatasi.
                Logikanya, jika hak asasi seseorang ingin dihargai dan dihormati oleh orang lain, maka seseorang tersebut juga harus menghormati hak asasi orang lain. Kita dapat mengambil contoh kecil berikut ini, rata-rata masyarakat di rumah masing-masing memiliki televisi. Mereka hidup bertetangga dengan orang lain di sebelah rumahnya. Kemudian, ketika salah seorang tetangga menyalakan televisi lalu memutar volume pada tingkat maksimal sehingga menghasilakan suara yang cukup keras. Terlanggarkah hak asasi tetangganya? Jawabnya, tentu dan sudah pasti terlanggar. Meskipun televisi milik pribadinya dan dinyalakan di dalam rumahnya. Namun, suara yang dihasilkan mengganggu pendengaran tetangga yang lain.
                Dari contoh kasus diatas, penulis hanya ingin menyampaikan. Bahwa kebebasan dalam pelaksanaan hak asasi manusia itu bersifat terbatas serta kondisional dan situasional, dengan kata lain dinamis dan fleksibel. Dimana letak keterbatasan itu? Sudah semestinya, semua kita sadar. Bahwa sebagai orang timur, hak asasi dibatasi oleh sedikitnya 5 (lima) hal, yakni agama, hukum, etika, budaya dan moral.
                Akhir kata, sebagai sebuah ekpektasi yang besar terhadap pelaksanaan hak asasi manusia di negeri ini, bahwa para pejuang hak asasi manusia jangan mengartikan hak asasi itu secara parsial dan tidak melihat aspek-aspek yang dikemukakan diatas.
                Kemudian, berilah pemahaman yang benar kepada masyarakat. Bahwa kebebasan merupakan bagi  hak asasi dari setiap orang. Kebebasan adalah hak mutlak bagi setiap orang, namun kebebasan itu harus terbatas agar pemahaman hak asasi tidak salah kaprah dan melenceng dari makna yang terkandung dalam hak asasi itu sendiri.

Selasa, 16 Oktober 2012

"Blogger dan Pewarta Warga" Sikap Arogansi Oknum Militer AU Indonesia pada rakyatnya


Kita sangat menyesalkan kejadian menimpa para insan pers yang sedang melakukan tugas peliputan di tempat kejadian jatuhnya Pesawat Hawk 200 di sekitar pemukiman warga RT 03, RW 03, Dusun 03, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. 
Setelah peristiwa terjadi, area langsung tertutup bagi masyarakat dan dijaga ketat personel TNI. Saat berusaha meliput kejadian ini, personel TNI kemudian melakukan penganiayaan dengan memukul dan merampas kamera milik wartawan. Setidaknya ada lima wartawan dan dua warga sipil yang dianiaya anggota TNI AU. 
Penganiayaan terhadap kelima wartawan itu berupa pemukulan, perampasan alat-alat kerja bahkan ada wartawan yang diinjak-injak dan dicekik.
Apa pun alasannya, perilaku arogan dan tindak kekerasan tidak boleh dibiarkan dan POM TNI AU harus mengusut dan memproses kasus ini. Kekerasan atas nama apa pun tidak dibenarkan. Tugas wartawan adalah menyampaikan hak publik untuk mengetahui yang telah diatur undang-undang, sehingga siapa pun tidak boleh menghalang-halangi wartawan dalam peliputannya, apalagi melakukan penganiayaan. Tindakan yang dilakukan oknum itu merupakan tindakan yang arogan dan tidak profesional. 
Semangat profesionalisme di tubuh TNI yang sedang dibangun jangan sampai rusak dengan timbulnya persepsi bahwa TNI sengaja melindungi dan membiarkan tindakan pelanggaran yang dilakukan oknumnya.
Ironis, bila ada sejumlah oknum tentara yang dibiayai Rakyat justru melakukan kekerasan terhadap rakyatnya.